Thursday, January 27, 2011

ELEKTROGRAVIMETRI


ELEKTROGRAVIMETRI 
1.       Pengertian Elektrogravimetri
Metode analisis yang didasarkan pada pengendapan zat dengan menggunakan listrik.
2.       Beberapa hukum yang mendasari analisis sistem elektrogravimetri
a.       H. Faraday :  bahwa banyaknya zat yang diendapkan pada elektroda selama elektrolisis berlangsung sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir melalui larutan tersebut.
w=e.i.t/F

w=Ar/n X e.i.t/F
w   =  massa zat yang diendapkan
e     =  massa ekivalen
i     =  arus (amper)
t     =  waktu (detik)
F    =  tetapan Faraday 96487 Coulomb
a.       Hukum Ohm
Kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar berbanding terbalik dengan tahanan dan berbanding lurus dengan tegangan
I=E/R
I     = arus (Amper)
E    = tegangan (Volt)
R    = tahanan (Ohm)
Kesimpulan :
1.      Elektrolisis tergantung pada i (arus)
2.      Elektrolisis tergantung pada E (potensial)
Pada umumnya terdapat tiga macam kondisi yang dapat diterapkan pada sel elektrolisis, yaitu :
1.      Elektrolisis dilakukan pada suatu harga potensial sel luar yang digunakan (Eapp) pada harga yang tetap.
1.      Elektrolisis dilakukan pada suatu harga arus yang tetap
2.      Elektrolisis dilakukan pada harga potensial katoda (EK) yang tetap

Berbagai pengertian tegangan (potensial) yang terkait dengan elektrolisis
1.      Tegangan (potensial) peruraian : tegangan luar minimum yang harus diberikan untuk terjadinya elektrolisis secara kontinyu.
Ed = Ekatoda – Eanoda
2.      Potensial Ohmik : yaitu jumlah potensial yang dibutuhkan untuk mengalahkan tahanan yang dialami oleh ion-ion yang bergerak menuju anoda atau katoda (Besarnya) = IR.
Sehingga potensial sel :
Esel = Ekatoda – Eanoda – IR 
1.      Tegangan (potensial) polarisasi
Adalah tegangan yang terjadi sesudah elektrolisis dihentikan.
Tegangan polarisasi ada dua jenis yaitu tegangan polarisasi konsentrasi dan polarisasi kinetik.
Tegangan polarisasi yang terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion yang ditentukan pada elektroda.
Tegangan polarisasi kinetik terjadi bila laju reaksi elektrokimia pada salah satu atau kedua elektroda berlangsung lambat. Maka diperlukan potensial tambahan (overpotensial) untuk mengatasi energi penghalang bagi reaksi setengah selnya.
Ed = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda – Eover voltage katoda)
Sehingga    Esel = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR 

I.    Elektrolisis pada potensial terpasang (Eapp) tetap
Potensial terendah yang harus diberikan agar terjadi elektrolisis dikenal sebagai potensial peruraian (Ed). Agar elektrolisis berjalan secara kontinyu dan terus menerus (karena i makin kecil), maka diperlukan potensial luar terpasang (Eapp) yang besarnya lebih besar dari Ed. Besarnya Eapp adalah

Eapp = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR
II.  Elektrolisis pada arus tetap
Sesuai hubungan I = E/R, maka untuk menjaga agar jumlah arus selalu tercukupi (besarnya i dijaga agar tidak turun), maka potensial luar harus selalu ditambah.
III. Elektrolisis pada potensial katoda yang tetap
Sebagaimana Rumusan Nerns
Ekatoda = E°katoda – Rt/nf.log [x]
Sebagai contoh untuk elektrolisis larutan Cu2+ 10-2 M
Ek   = 0,34 Volt –0,059/2 log (10-2)
      = 0,281 Volt
Apabila kemudian konsentrasi Cu2+ dalam larutan tinggal 10-6 M maka besarnya potensial katoda menjadi
Ek   = 0,34 –0,059/2 log 10-6
      = 0,163 Volt
Keadaan ini yang menjadi dasar bagaimana kita dapat memisahkan beberapa ion logam yang mempunyai nilai potensial katoda (potensial redaksi) yang berbeda. Dari contoh di atas, antara rentang potensial 0,281 s/d 0,163 Volt yang terendapkan adalah ion Cu2+, ion-ion lain yang mempunyai potensial lebih besar dari 0,281 telah diendapkan lebih dahulu. Sedangkan ion-ion yang mempunyai potensial kurang dari 0,163 Volt akan belum terendapkan.


Metode Elektrogravimetri
Metode ini digunakan untuk analisis kuantitatif. Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah diketahui beratnya dan kemudian setelah pengendapkan sempurna kembali dilakukan penimbangan elektroda beserta endapannya.
Untuk tujuan ini maka endapan harus kuat menempel padat dan halus, sehigga bila dilakukan pencucian, pengeringan serta penimbangan tidak mengalami kehilangan berat. Selain itu sistem ini harus menggunakan elektroda yang Inert. Umumnya dipakai elektroda plantine.
Alat yang umum digunakan pada metode ini biasanya mempunyai skema sebagai berikut :
Sebagai contoh adalah pada elektrolisis larutan tembaga dengan konsentrasi sekitar 10-2m yang mengandung asam sulfat 0,05 m (konsentrasi H+ = 0,1 m)
Katoda    : Cu2+ + 2e - Cu  E° = 0,337 V
Anoda     : H+ + e - ½ H E° = 0 V
                  H2O - ½ O2 + 2H+ + 2e E = 1,23 Volt
E Cu2+/Cu = 0,337 – 0,059/2 log 1/10-2= 0,278 Volt
E O2/H2O = 1,23 – 0,059/2 log1/10-1 = 1,17 Volt
Esel = Ekatoda-Eanoda = 0,278-1,17 = 1,148 Volt
Maka agar terjadi reaksi elektrolisis maka Eapp harus lebih besar dari 1,148 Volt.
Untuk menganalisis ion-ion Cu2+ dalam larutan tersebut dapat dengan 2 cara
1.      Cara lambat tanpa pengadukan
Analisis dilakukan selama 1 malam dengan tegangan 2, -2,5 Volt dan arus  0,3 A
2.      Cara cepat dengan pengadukan
Elektrolisis dilakukan dalam waktu 15-20 menit dengan tegangan 3-4 Volt dan arus 0,4- 2 A.
Untuk mengetahui sudah habis atau belum jumlah Cu2+ dalam larutan dilakukan dengan mengetes larutan dengan larutan K4[Fe{CN}6]. Jika larutan masih coklat warnanya berarti masih ada Cu2+.
Contoh Soal
1.       Tembaga (Cu) dengan konsentrasi 0,01 M dianalisis secara elektrogravimetri. Berapa harga potensial yang diperlukan jika diharapkan 99,99% Cu dapat diendapkan di katoda. (Anggap tidak ada tegangan yang lain dalam sistem) dan E° Cu2+/Cu = 0,337 V
Jawab : Eapp   = E° Cu2+/Cu – 0,059/2 log  1/Cu2+
                      = 0,337 – 0,0590,059/2 log 1/(0,01).0,9999
                      = 0,2778999 Volt
1.       Dalam larutan sampel mengandung ion Cu2+ dan Ni2+ yang sama besarnya yaitu 10-3 M. Bila potensial reduksi standar Cu2+/Cu = 0,337 V dan Ni2+/Ni = 0,23 Volt Pada saat sistem elektrolisis mengendapkan Cu di katoda apa yang terjadi dengan ion Ni2+.
Jawab :
*    Pada saat mengendapkan Cu2+, besarnya potensial minimum yang dibutuhkan adalah :
                     Eapp   = E° Cu2+/Cu – 0,059/2 log  1/Cu2+
                                          = 0,337-0,059/2 log  1/(0,001)
                                          = 0,337-0,0885
                                          = 0,2485 Volt
*     Untuk mengendapkan Ni2+, dikatoda diperlukan potensial:
                      Eapp  = E° Ni2+/Ni –0,059/2 log  1/Ni2+
                              = -0,230 - 0,059/2 log  1/(0,001)
                              = - 0,3185 volt
Karena untuk mengendapkan Ni2+ hanya diperlukan E = -0,3185 Volt. Apabila pada saat mengendapkan Cu2+ yang E = 0,2485 Volt, maka semua Ni2+ dipastikan sudah mengendap
1.       Suatu larutan sampel sebanyak 100 ml mengandung ion Cu2+. Apabila larutan tersebut dielektrolisis dengan E : 3 Volt selama 1 jam ternyata didapatkan logam tembaga sebanyak 300 mg dengan kemurnian 98%. Berapa konsentrasi tembaga dalam sampel Ar . Cu  63,55
Jumlah Cu yang diendapkan = 0,98 x 0,3 gram = 0,294 gr
Jumlah Cu2+ dalam larutan:
Jumlah mol Cu2+ = 0,294/63,55 =4,63.10-3 mol
Karena volume larutan sampel 100 ml, maka konsentrasi Cu2+
=(4,63.10-3 m X 1000ml)/10ml
= 46310-2 M

Sunday, January 23, 2011

SINTESIS ASAM POLIEUGENOKSI ASETAT


SINTESIS ASAM POLIEUGENOKSI ASETAT
       I.            PENDAHULUAN
Eugenol merupakan salah satu komponen kimia dalam minyak cengkeh yang memberikan bau dan aroma yang khas pada minyak cengkeh. Considine dan Considine (1982) menyatakan bahwa eugenol murni merupakan cairan tidak berwarna, berbau keras, dan mempunyai rasa pedas. Eugenol mudah berubah menjadi kecoklatan apabila dibiarkan di udara terbuka. Dalam bidang industri pemanfaatan eugenol masih terbatas pada industri parfum (Chairil, 1994). Eugenol merupakan komponen kimia utama dalam minyak daun cengkeh, yaitu 79-90% volume (Ketaren, 1985). Menurut Guenther (1950) eugenol merupakan komponen utama minyak cengkeh yaitu 80-90%.
Hasil penelitian Deyena dan Horiguchi (1971) menyebutkan bahwa minyak cengkeh mengandung eugenol 80,7%, sedangkan Chakrabarki dan Ghosh (1974) menemukan eugenol 80-93% dalam minyak cengkeh yang berasal dari India. Polimerisasi dengan bahan baku senyawa alam seperti eugenol merupakan suatu hal yang relatif baru dilakukan. Pengembangan dan pemanfaatan polimer tersebut semakin diperluas. Polimer menggantikan material tradisional mulai dari industri bangunan, industri kemasan, industri serat kain, serta industri otomotif dan pesawat terbang.
                                                 


    II.            PROSEDUR KERJA
Sebanyak 5 gram (0,03 mol) polieugenol dimasukan ke dalam labu didih ukuran 100 mL, lalu ditambahkan larutan NaOH 33% ( 33 gram NaOH dalam 100 mL) sebanyak 17,5 mL (0,144 mol). Selanjutnya campuran diaduk selama kurang lebih 30 menit, dan ditambahkan 12,5 mL larutan asam kloroasetat 50% (50 gram dalam 100 mL air) (0,066 mol) sedikit demi sedikit dengan pipet tetes sambil terus diaduk. campuran dipanaskan dalam pemanas air dengan suhu 80-90 oC. Pemanasan dilakukan selama 2 jam, kemudian didinginkan, dan diasamkan dengan HCl 6M sampai pH 1. Selanjutnya diekstraksi dengan dietil eter sebanyak 3 kali masing-masing 50 mL. Ekstrak eter digabung dan diekstraksi dengan natrium bikarbonat 5%  b/v sebanyak 3 kali masing-masing 30 mL, kemudian lapisan air diasamkan dengan HCl 6M sampai pH 1. Selanjutnya dilakukan penyaringan, pengeringan dan penimbangan. Hasil yang diperoleh diuji titik lelehnya dan diidentifikasi dengan FTIR dan 1H NMR.

 III.            HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis asam polieugenoksi asetat ini dilakukan dengan penambahan NaOH dan asam kloroasetat. Melalui gugus hidroksil, polieugenol bereaksi dengan basa membentuk garam polieugenolat. Proton dalam OH ini mudah lepas karena anionnya terstabilkan oleh resonansi cincin benzena. Basa NaOH yang ditambahkan dibuat berlebih agar menghasilkan garam semaksimal mungkin. Garam natrium polieugenolat yang terbentuk direaksikan dengan asam kloroasetat membentuk asam polieugenoksi asetat. Reaksi pembentukan asam polieugenoksi asetat ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar Reaksi Pembentukan Asam Polieugenoksi Asetat
Asam polieugenoksi asetat yang telah terbentuk dimurnikan dengan cara ekstraksi menggunakan dietileter untuk menghilangkan pengotor yang bersifat polar dan ekstraksi dengan NaHCO3 untuk menghilangkan pengotor yang bersifat non polar. Asam polieugenoksi asetat hasil sintesis berbentuk endapan berwarna coklat kehitaman, titik lebur: 105oC, berat molekul relatif: 5980,54 gmol-1 dan mempunyai rendemen sebesar 92,4%. Uji kelarutan dengan senyawa organik pada temperatur 280C menunjukan senyawa ini larut dalam eter, metanol, kloroform, dan sedikit larut dalam benzene.
Hasil Analisis FTIR dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada spektra FTIR terdapat pita serapan 3441,70 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil (O-H). Pita serapan pada range 3000-2800 cm-1 merupakan gugus karbon   gugus aromatis (C=C), pita serapan 1431,13 cm-1 menunjukkan gugus metilen (-CH2-) dan pita serapan pada pita serapan 814,05 cm-1 dan 823,17 cm-1 menunjukkan bahwa aromatik tersebut tersubstitusi. Gugus karbonil asam ditunjukan oleh serapan pada 1739,12 cm-1.
Gambar Spektra FTIR Senyawa Asam Polieugenoksi Asetat
Gugus Karakterisitik
Serapan (cm-1)
Gugus Hidroksil
Ada (3400-3500)
Gugus Karbon jenuh
Ada (2960)
Gugus Karbonil Asam
Ada (1739)
Gugus metilen
Ada (1458)
Eter(C-O)
Ada (1300-1000)

Berdasarkan pita-pita serapan pada spektra FTIR dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dianalisis mengandung inti aromatis tersubstitusi, gugus OH, metilen, aromatis, karbon jenuh dan karbonil asam.
Hasil analisis 1H NMR sampel polieugenoksi asetat diperoleh perbedaan yang nampak pada spektra 1H NMR polieugenoksi asetat dengan spectra polieugenol. Pada spektra polieugenoksi asetat terjadi pergeseran kimia δ = 6,7 - 7ppm (A) menunjukkan adanya gugus -C6H3 (singlet), adanya serapan pada δ = 4,6ppm (B) menunjukkan adanya gugus -OCH2-(singlet), adanya serapan pada δ = 3,8ppm (C) menunjukkan adanya gugus -OCH3- (singlet) dan serapan pada δ = 0,5 – 1,5ppm (D) menunjukkan adanya gugus -CH2-CH2-(multiplet). Ini ditunjukkan dari gambar di bawah ini.
Pergeseran kimia δ (ppm)
Hasil
integrasi Keterangan
6,7 – 7
3 H
-C6H3, s
4,6
2 H
-OCH2-, s
3,8
3 H
-OCH3, s
0,5 – 1,5
4 H
-CH2-CH2-, m

Tabel Korelasi antara sinyal 1H NMR dengan tipe proton Asam Polieugenoksi Asetat
Spektra-spektra asam polieugenoksi asetat hasil isolasi diatas mirip dengan spektra asam polieugenoksi asetat hasil isolasi Harwati (2002) melalui jalur monomer.


 IV.            KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis FTIR dan 1H NMR maka dapat disimpulkan bahwa asam poliegenoksi asetat telah terbentuk.

    V.            DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, H, 2007, Recovery Logam Berat Cd(II), Cu(II). Cr(III) Menggunakan Teknik Membran Cair Ruah (BLM) dengan Senyawa Pembawa Turunan Eugenol Bergugus Aktif N, Skripsi, Semarang
Handayani, W, 2001, Sintesis Polieugenol dengan Katalis Asam Sulfat, Jurnal Ilmu Kimia Dasar, FMIPA Universitas Jember, Volume 2, Nomor 2 halaman 103-110
Kartikawati, N.G., 2007, Pemisahan Logam Berat Dengan Polieugenol Sebagai Carrier Menggunakan Teknik BLM (Bulk Liquid Membrane), Skripsi Jurusan Kimia FMIPA UNDIP.